Kolom Komunitas
Hancurnya Pusat Peradaban Dunia
Dasman Djamaluddin
Sabtu, 21 Juli 2012
Sebagian benda purbakala di Museum Irak itu merupakan reproduksi. Inilah yang menimbulkan keprihatinan banyak ahli. Benda-benda yang asli dibawa oleh para penjajah asing, atau ahli purbakala asing ke negaranya. Gerbang Ishtar di Baghdad misalnya, berada di Berlin, dan benda-benda lain ada di British Museum, dan di Museum Universitas Pensylvinia, Amerika Serikat.
Hukum Hammurabi, termasuk faktor yang membuat nama Babylonia di Irak terkenal sepanjang sejarah, merupakan kumpulan undang-undang tertua dan terlengkap di dalam sejarah dunia, yang diukir di sebuah tugu (Obelisk) dan dipahat dari Batu Diorit Hitam yang sangat terkenal di penjuru dunia. Sekarang tugu itu disimpan di Museum Louvre, di Kota Paris, Perancis, setelah dibawa ke Iran sebagai rampasan perang, pada Abad XII sebelum Masehi. Yang ada di Irak hanya copynya.
Negara berperadaban tinggi inilah yang dibombardir pada Januari-Februari 1991, oleh Pasukan Multinasional pimpinan Amerika Serikat. Ada sekitar 114 ribu ton bom, sama dengan enam buah bom sejenis, yang pernah dijatuhkan di atas kota Hiroshima, Jepang dalam Perang Dunia II.
Salah satu tujuan saya ke Irak saat itu, Desember 1992, adalah ingin bertemu dengan Presiden Irak, Saddam Hussein. Namun sepertinya saya tidak bisa menemuinya. Karena, entah dia ada di mana. Suasana di Baghdad masih belum menentu. Setelah lama menunggu, saya ditelepon Kementerian Industri dan Perlogaman Irak. "Menteri ingin bertemu Bapak," ujar staf Kementerian. Saya pun bergegas ke sana sesuai dengan jadual yang ditentukan. Rupanya Presiden Irak, Saddam Hussein, meminta kepada Menteri Perindustrian dan Perlogaman Irak, Amir Al-Saadi, yang juga berkaitan keluarga dengan Saddam Hussein, untuk mewakili dirinya menemui saya.
Saya diterima dengan senang hati dan menyampaikan salam dari Presiden Saddam Hussein. Juga mengatakan penyesalan karena Presiden tidak langsung bisa menemui karena situasi mulai memanas kembali. Apa yang dikatakan Menteri Amir Al-Saadi ini benar, setelah saya melewati perbatasan Irak menuju Jordania, pertempuran kembali terjadi dan perbatasan kembali diperketat. Untunglah saya sudah berada di wilayah Jordania. Kalau tidak entah kapan saya bisa kembali ke tanah air, karena tertahan di Irak.
"Saya sempat putus asa. Bagaimana tidak, karena sebelumnya segala sesuatu telah kami pelihara dan kami bina sejak lama, tiba-tiba semuanya hancur. Sekitar 92 persen sektor listrik hancur total. Sektor perindustrian banyak yang hancur," ujar Amir Al-Saadi kepada saya, saat itu.
Bagi seorang warga negara Dunia Ketiga, saya harus memahami apa yang tengah terjadi di Irak. Meskipun saya tidak bertemu Presiden Saddam Hussein waktu itu, tetapi pada tanggal 24 Juni 1998 saya memperoleh penghargaan dari Sekretaris Pers Kantor Kepresidenan Irak. Saya membaca hati-hati kalimat: "I am writing to inform you that His Excellency, Mr.Saddam Hussein, the President of the Republic of Iraq, has received with gratitude and pleasure your book, entitled Saddam Hussein: Menghalau Tantangan."
Meskipun tidak bertemu karena dalam situasi masih perang, alhamdulillah buku yang saya karang telah dibaca Presiden Irak Saddam Hussein. Penghargaan dengan hadiah saya terima di Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Harian Kompas Sabtu, 15 Agustus 1998 memberitakan:
Penghargaan untuk Penulis tentang Saddam
Dasman Djamaluddin, penulis buku "Saddam Hussein: Menghalau Tantangan" mendapatkan penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Republik Irak. Penghargaan itu disampaikan oleh Duta Besar Irak untuk Indonesia, Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi, Kamis (13/8) dalam upacara sederhana, di Kedutaan Besar Irak, di Jakarta. Dalam penghargaan itu, Irak menyampaikan terimakasih atas simpati dan dukungan terhadap perjuangan Irak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar