LOVE STORY OF THE PRESIDENT OF INDONESIA, SOEKARNO (I)
(KISAH CINTA PRESIDEN PERTAMA RI SOEKARNO (I)
Fell in Love with Dutch Girls
(Cinta Pertama dengan Gadis Belanda)
Oleh Dasman Djamaluddin
I like attractive girls around me because I feel they are like flowers, and I like to gaze at beautiful flowers. I was very much attracted to Dutch girls. I wanted desperately to make love to them. It was the only way I knew to exert some form of superiority over the white race and make them bend to my will. That's always the aim, isn't it ? For a brown-skinned man to over-power the white man ? It's some sort of goal to attain. Over powering a white girl and making her want me became a matter of pride. A handsome boy always has steady girls friends. I had many. They even adored my regular teeth. But I admit I deliberately went after the white ones.
My first crush was Pauline Gobee, the daughter of one of my teachers. She was beautiful and I was crazy about her. Then there was Laura. Oh, how I adored her. And there was the family Raat. Now I had Mien Hessels. She was all mine and I was madly, wildly, insanely in love with this yellow-haired, pink-cheeked tulip. I'd cheerfuly have died for her if she'd asked it. It was 18 and wanted nothing more out of life than to possess her body and soul. I craved her passionately and came to the realization I had to marry her. Nothing else would quench the fire within me. She was the icing on the cake I could never buy. She was creamy-skinned and curly-headed and she represented everything. I'd always wanted to put my arms arround Mien Hessels spelled riches to me.
I finnaly got up the nerve to speak to her father. I dressed in my very best. I wore shoes. Sitting in my dark room. I'd rehearsed the words I was going to say, but when I approached the tidy house I quivered with fright. I had never visited a house like this before. The lawn was green velvet with row upon row of flowers standing straight and tall like soldiers. I had no hat to hold in my hand, so, instead, I held my hearth in my hand.
And there I stood, shaking, in front of the father of my ivory princess, a towering six-footer who stared straight down at me like I was vermin on the ground. "Sir, "I said, if you please, I would like the hand of your daughter in marriage...Please ?
"You ? A dirty native like you ? spat Mr.Hessels. "How dare you even come near my daughter. Out, you filthy animal. Get out."
(Ada kalimat menarik yang patut dikutip ketika melihat sosok Presiden Pertama RI, Soekarno atau populer dengan sebutan Bung Karno sebagai seorang pecinta. Kalimat-kalimat tersebut berasal dari Bambang Widjanarko, yang mendampingi Soekarno selama delapan tahun sebagai ajudan pribadi. Dia pernah menulis: "Daya tarik serta taraf intelektualnya yang tinggi menjadikan Soekarno seorang master dalam menaklukkan hati wanita."
Sebagai laki-laki, Soekarno pandai mencurahkan perhatiannya secara utuh kepada setiap wanita yang dihadapinya sehingga wanita tersebut merasa ia satu-satunya yang paling dicintai. Soekarno tidak segan-segan mengambilkan minuman untuk seorang tamu wanita, membantu memegang tangan wanita itu sewaktu turun dari mobil atau sekedar memuji busana dan tata rambutnya. "Bung Karno tahu, setiap wanita amat senang mendapat pujian," demikian tulis Bambang.
Bung Karno merupakan manusia luar biasa. Tumbuh menjadi pemuda tampan. Banyak gadis-gadis Belanda yang menyukainya. Tetapi sebagaimana diutarakannya dalam buku biografinya:"Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia," dia mengungkapkan dengan sejujurnya mengapa sangat tertarik dengan gadis-gadis Belanda.
"Aku sangat tertarik kepada anak-anak gadis Belanda. Aku ingin sekali mengadakan hubungan percintaan dengan mereka. Hanya inilah satu-satunya jalan yang kuketahui untuk memperoleh keunggulan terhadap bangsa kulit putih dan membikin mereka tunduk pada kemauanku. bukankah ini selalu menjadi idaman ? Apakah seorang jantan berkulit sawo matang dapat menaklukkan seorang gadis kulit putih ? Ini adalah suatu tujuan yang hendak diperjuangkan. menguasai seorang gadis kulit putih dan membikinnya supaya menginginiku adalah suatu kebanggaan. seorang pemuda tampan senantiasa mempunyai gadis-gadis yang tetap. Aku punya banyak. Mereka bahkan memuja gigiku yang tidak rata. Dan aku mengakui bahwa aku sengaja mengejar gadis-gadis kulit putih."
Pada bahagian lain, Bung Karno menuturkan bahwa cinta pertamanya tertuju pada seorang gadis Belanda. "Cintaku yang pertama adalah Pauline Gobee, anak salah seorang guruku. Dia memang cantik dan aku tergila-gila kepadanya..."Kemudian muncul sederetan nama, semuanya gadis keturunan Belanda, yakni Laura, Raat, Mien Hessels.
Ketika jatuh pada nama terakhir ini, yaitu Mien Hessels, Bung Karno berkeinginan untuk mengawininya. "Umurku baru 18 tahun dan tidak ada yang lebih kuinginkan dari kehidupanku ini selain dari pada memiliki jiwa dan raga Mien Hessels."
Hasrat hati Bung Karno untuk memiliki Mien Hessels menggebu-gebu. Akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara kepada bapaknya."Aku mengenakan pakaian yang terbaik, dan memakai sepatu. Sambil duduk di kamarku yang gelap aku melatih kata-kata yang akan kuucapkan dihadapannya,"tutur Bung Karno.
Bung Karno juga mengakui bahwa baru pertama kali bertemu ke rumah gadis keturunan Belanda tersebut. Dalam Pengakuannya dia mengatakan. "Aku tak pernah sebelumnya bertamu ke rumah seperti ini. Pekarangannya menghijau seperti beludru.Kembang-kembang berdiri tegak, baris demi baris, lurus dan tinggi bagai prajurit. Aku tidak punya topi untuk dipegang, karena itu sebagai gantinya aku memegang hatiku," ujar Bung Karno menggambarkan suasana ketika itu.
Bung Karno berdiri gemetar di hadapan Bapak Mien Hessels yang digambarkannya sebagai seorang yang tinggi seperti menara yang memandang langsung kepada dirinya."Seperti aku ini dipandang sebagai kutu di atas tanah," jelas Bung Karno.
Bung Karno memberanikan diri untuk berbicara."Tuan,"katanya."Kalau tuan tidak berkeberatan saya minta anak tuan..."
Tetapi jawaban yang diterima Bung Karno bukanlah jawaban yang enak, ramah dan sopan santun. Sebaliknya Bung Karno memperoleh perlakuan buruk. Dia dihina."Kamu ? Inlander kotor, seperti kamu?," sembur Tuan Hessels. "Kenapa kamu berani-berani mendekati anakku ? Keluar, kamu binatang kotor. Keluar !."
Tentang pernyataan Bung Karno ini, ada sebahagian orang mengatakan, mungkin saja semua pernyataan tersebut benar, tetapi ada juga yang berpendapat, semua itu adalah daya khayal Bung Karno, karena rasa "nasionalisme" beliau sangat tinggi.
Terlepas dari persoalan jatuh cinta dengan gadis Belanda tersebut, yang pasti dan kemudian terukir dalam sejarah adalah pernikahan yang dijalaninya pada usia belum genap 20 tahun. Tahun 1921 di Surabaya, Bung Karno menikah dengan Siti Oetari, gadis usia 16 tahun, putri sulung tokoh Serikat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Selanjutnya "Siti Oetari, Isteri yang Tak Pernah Disentuh," di Blog: Mengapa Saya Ingin Jadi Gubernur Jambi ? )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar