19 Agustus 2009

TIME PAPARKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA DAULAH ISLAMIAH RAYA

TIME Paparkan Indonesia Sebagai Negara Daulah Islamiah Raya


Pernah membaca Majalah Mingguan Amerika Serikat TIME, edisi 1 April 2002 ? Walaupun sudah terbilang lama, bagi yang belum sempat membacanya atau terlewatkan membaca edisi ini, perlu kiranya untuk mengetahui isi dari majalah tersebut.

Dulu di tahun-tahun lima puluhan, majalah ini sangat gencar meliput peristiwa PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang diprakarsai Ahmad Husein. Boleh dikata liputan peristiwa PRRI, terutama antara Februari sampai Oktober 1958 berjumlah 171 tulisan.

Pada edisi 1 April 2002 itu, semua orang pasti kaget melihat peta Indonesia menjadi peta Daulah Islamiah Raya, sebuah negara impian sebagaimana dikutip TIME yang ide pertamanya berasal dari Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo di tahun 1949.

Perbedaan yang mencuat ke permukaan adalah bahwa ide asli Kartosuwiryo bukanlah ide negara Islam sebagaimana yang tengah dipaparkan TIME di dalam edisi tersebut. Kartosuwiryo awalnya memang bercita-cita mendirikan sebuah negara Islam, tetapi "Negara Islam Indonesia."

Berbeda sekali dengan pengungkapan TIME sebagaimana dikutipnya dari Hambali, salah seorang ulama Indonesia yang juga anggota Jemaah Islamiyah yang bermukim di Malaysia, mengatakan bahwa negara Islam yang dimaksudnya adalah sebuah negara negara persatuan Islam di Asia Tenggara yang di dalamnya berlaku Hukum Islam. Inilah yang disebut "Negara Daulah Islamiah Raya", termasuk seluruh kepulauan di Indonesia atau Indonesia secara keseluruhan, Malaysia, Singapura, Kesultanan Brunei dan sebagian besar wilayah Filipina Selatan, Thailand dan bahkan Kamboja.

Sejak TIME menurunkan masalah ini, sebagian pengamat mempertanyakan latar belakang, mengapa majalah tersebut mengungkap negara Islam bernama "Daulah Islamiyah Raya" itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Book General Basoeki Rachmat and Supersemar (11 March Order)

The Late General Basoeki Rachmat and Supersemar

Summary by:Dasman
My Book: “The Late General Basoeki Rachmat and Supersemar (11 March Order) (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998) told: On September 30, 1965, a group calling itself the 30 September Movement killed six senior Army generals, seized control of the center of Jakarta and issued a number of decrees over Republic of Indonesia Radio. Soeharto and his allies defeated the movement, but Soekarno was fatally weakened. The Army accused its long standing rival, the Indonesian Communist Party (PKI), of being behind the "coup attempt" and an anti-Communist purge ensued. Over the next few months, Soeharto and the army seized the initiative, and during a cabinet meeting (which Soeharto did not attend), troops without insignia surrounded the presidential palace where the meeting was being held. Soekarno was advised to leave the meeting, and did so, flying to the presidential palace in Bogor, 60 km south of Jakarta, by helicopter. Later that afternoon, three Army generals, Maj. Gen. Basoeki Rachmat, Minister for Veteran Affairs, Brig. Gen. M Jusuf, Minister for Basic Industry and Brig. Gen. Amirmachmud, Commander of the V/Jaya Jakarta Military Area Command, visited Soekarno and came away with the signed Supersemar, which they then presented to Suharto. The next day, Soeharto used the powers thus conferred on him to ban the PKI, and on March 18, fifteen Soekarno loyalist ministers were arrested. Soeharto changed the composition of the Provisional People's Consultative Assembly (MPRS), and in March 1967 it voted to strip Soekarno of his powers and appointed Soeharto acting president. In 1968, the MPRS removed the word 'acting', and Soeharto remained in power until toppled by the Indonesian Revolution of 1998.. 
The Late General Basoeki Rachmat and Supersemar Originally published in Shvoong: http://www.shvoong.com/books/biography/1908499-late-general-basoeki-rachmat-supersemar/

LOVE STORY OF THE FIRST PRESIDENT OF INDONESIA,SOEKARNO (I)

05 Mei 2008

Love Story of The First President of Indonesia, Soekarno (I)

Soekarno, the first President of Republic of Indonesia married Tjokroaminoto daughter, Siti Oetari to please Tjokroaminoto, when he was about tweenty and she about sixteen; Soekarno said it was a "hanging marriage" which was not consummated. After a divorce he married Ganarsih Sanusi Inggit, his landlady in Surabaya, who was a dozen years older than himself. While in exile in Bengkulu he fell in love with Fatmawati, when she was seventeen, he forty, and Inggit more than fifty, he married her by proxy from Batavia in June 1943; she bore him five children. On 7 July 1954, he married Hartini, then twenty-eight, who already had five children by husband whom she divorced; she bore Soekarno two children. In 1963 he secretly married Ratna Sari Dewi, whom he had met in Tokyo; she bore him a daughter. He married Haryati in 1964 and divorce her at her own request. It is questionable wether he married Yurike Sanger, who is often said to be his seventh wife, and then Kartini Manoppo and Herdy Djafar.

LOVE STORY OF THE PRESIDENT OF INDONESIA, SOEKARNO (I)
(KISAH CINTA PRESIDEN PERTAMA RI SOEKARNO (I)

Fell in Love with Dutch Girls
(Cinta Pertama dengan Gadis Belanda)

Oleh Dasman Djamaluddin

Soekarno said: (Quotation from book: Sukarno An Autobiography As told to Cindy Adams. First Printing, 1965, Printed in the United States of America).

I like attractive girls around me because I feel they are like flowers, and I like to gaze at beautiful flowers. I was very much attracted to Dutch girls. I wanted desperately to make love to them. It was the only way I knew to exert some form of superiority over the white race and make them bend to my will. That's always the aim, isn't it ? For a brown-skinned man to over-power the white man ? It's some sort of goal to attain. Over powering a white girl and making her want me became a matter of pride. A handsome boy always has steady girls friends. I had many. They even adored my regular teeth. But I admit I deliberately went after the white ones.

My first crush was Pauline Gobee, the daughter of one of my teachers. She was beautiful and I was crazy about her. Then there was Laura. Oh, how I adored her. And there was the family Raat. Now I had Mien Hessels. She was all mine and I was madly, wildly, insanely in love with this yellow-haired, pink-cheeked tulip. I'd cheerfuly have died for her if she'd asked it. It was 18 and wanted nothing more out of life than to possess her body and soul. I craved her passionately and came to the realization I had to marry her. Nothing else would quench the fire within me. She was the icing on the cake I could never buy. She was creamy-skinned and curly-headed and she represented everything. I'd always wanted to put my arms arround Mien Hessels spelled riches to me.

I finnaly got up the nerve to speak to her father. I dressed in my very best. I wore shoes. Sitting in my dark room. I'd rehearsed the words I was going to say, but when I approached the tidy house I quivered with fright. I had never visited a house like this before. The lawn was green velvet with row upon row of flowers standing straight and tall like soldiers. I had no hat to hold in my hand, so, instead, I held my hearth in my hand.

And there I stood, shaking, in front of the father of my ivory princess, a towering six-footer who stared straight down at me like I was vermin on the ground. "Sir, "I said, if you please, I would like the hand of your daughter in marriage...Please ?

"You ? A dirty native like you ? spat Mr.Hessels. "How dare you even come near my daughter. Out, you filthy animal. Get out."

(Ada kalimat menarik yang patut dikutip ketika melihat sosok Presiden Pertama RI, Soekarno atau populer dengan sebutan Bung Karno sebagai seorang pecinta. Kalimat-kalimat tersebut berasal dari Bambang Widjanarko, yang mendampingi Soekarno selama delapan tahun sebagai ajudan pribadi. Dia pernah menulis: "Daya tarik serta taraf intelektualnya yang tinggi menjadikan Soekarno seorang master dalam menaklukkan hati wanita."

Sebagai laki-laki, Soekarno pandai mencurahkan perhatiannya secara utuh kepada setiap wanita yang dihadapinya sehingga wanita tersebut merasa ia satu-satunya yang paling dicintai. Soekarno tidak segan-segan mengambilkan minuman untuk seorang tamu wanita, membantu memegang tangan wanita itu sewaktu turun dari mobil atau sekedar memuji busana dan tata rambutnya. "Bung Karno tahu, setiap wanita amat senang mendapat pujian," demikian tulis Bambang.

Bung Karno merupakan manusia luar biasa. Tumbuh menjadi pemuda tampan. Banyak gadis-gadis Belanda yang menyukainya. Tetapi sebagaimana diutarakannya dalam buku biografinya:"Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia," dia mengungkapkan dengan sejujurnya mengapa sangat tertarik dengan gadis-gadis Belanda.

"Aku sangat tertarik kepada anak-anak gadis Belanda. Aku ingin sekali mengadakan hubungan percintaan dengan mereka. Hanya inilah satu-satunya jalan yang kuketahui untuk memperoleh keunggulan terhadap bangsa kulit putih dan membikin mereka tunduk pada kemauanku. bukankah ini selalu menjadi idaman ? Apakah seorang jantan berkulit sawo matang dapat menaklukkan seorang gadis kulit putih ? Ini adalah suatu tujuan yang hendak diperjuangkan. menguasai seorang gadis kulit putih dan membikinnya supaya menginginiku adalah suatu kebanggaan. seorang pemuda tampan senantiasa mempunyai gadis-gadis yang tetap. Aku punya banyak. Mereka bahkan memuja gigiku yang tidak rata. Dan aku mengakui bahwa aku sengaja mengejar gadis-gadis kulit putih."

Pada bahagian lain, Bung Karno menuturkan bahwa cinta pertamanya tertuju pada seorang gadis Belanda. "Cintaku yang pertama adalah Pauline Gobee, anak salah seorang guruku. Dia memang cantik dan aku tergila-gila kepadanya..."Kemudian muncul sederetan nama, semuanya gadis keturunan Belanda, yakni Laura, Raat, Mien Hessels.

Ketika jatuh pada nama terakhir ini, yaitu Mien Hessels, Bung Karno berkeinginan untuk mengawininya. "Umurku baru 18 tahun dan tidak ada yang lebih kuinginkan dari kehidupanku ini selain dari pada memiliki jiwa dan raga Mien Hessels."

Hasrat hati Bung Karno untuk memiliki Mien Hessels menggebu-gebu. Akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara kepada bapaknya."Aku mengenakan pakaian yang terbaik, dan memakai sepatu. Sambil duduk di kamarku yang gelap aku melatih kata-kata yang akan kuucapkan dihadapannya,"tutur Bung Karno.

Bung Karno juga mengakui bahwa baru pertama kali bertemu ke rumah gadis keturunan Belanda tersebut. Dalam Pengakuannya dia mengatakan. "Aku tak pernah sebelumnya bertamu ke rumah seperti ini. Pekarangannya menghijau seperti beludru.Kembang-kembang berdiri tegak, baris demi baris, lurus dan tinggi bagai prajurit. Aku tidak punya topi untuk dipegang, karena itu sebagai gantinya aku memegang hatiku," ujar Bung Karno menggambarkan suasana ketika itu.

Bung Karno berdiri gemetar di hadapan Bapak Mien Hessels yang digambarkannya sebagai seorang yang tinggi seperti menara yang memandang langsung kepada dirinya."Seperti aku ini dipandang sebagai kutu di atas tanah," jelas Bung Karno.

Bung Karno memberanikan diri untuk berbicara."Tuan,"katanya."Kalau tuan tidak berkeberatan saya minta anak tuan..."

Tetapi jawaban yang diterima Bung Karno bukanlah jawaban yang enak, ramah dan sopan santun. Sebaliknya Bung Karno memperoleh perlakuan buruk. Dia dihina."Kamu ? Inlander kotor, seperti kamu?," sembur Tuan Hessels. "Kenapa kamu berani-berani mendekati anakku ? Keluar, kamu binatang kotor. Keluar !."

Tentang pernyataan Bung Karno ini, ada sebahagian orang mengatakan, mungkin saja semua pernyataan tersebut benar, tetapi ada juga yang berpendapat, semua itu adalah daya khayal Bung Karno, karena rasa "nasionalisme" beliau sangat tinggi.

Terlepas dari persoalan jatuh cinta dengan gadis Belanda tersebut, yang pasti dan kemudian terukir dalam sejarah adalah pernikahan yang dijalaninya pada usia belum genap 20 tahun. Tahun 1921 di Surabaya, Bung Karno menikah dengan Siti Oetari, gadis usia 16 tahun, putri sulung tokoh Serikat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Selanjutnya "Siti Oetari, Isteri yang Tak Pernah Disentuh.")

TEMU SASTRAWAN NUSANTARA MELAYU RAYA

TEMU SASTRAWAN NUSANTARA MELAYU RAYA
TEMU SASTRAWAN DI MAJALAH "RENVOI" EDISI NO.11.170.APRIL 2012

HITLER, SOEHARTO DAN SUPERSEMAR

Menyaksikan film Adolf Hitler sangat menarik. Terlihat jelas bagaimana trik trik yang dilakukan untuk merebut kekuasaan. Terlihat di sini bagaimana seorang sahabat dekat bisa menjadi lawan. Bagaimana fitnah-fitnah tentang penghianatan sengaja dibesar-besarkan, sehingga tidak ada lagi lawan politik. Hal ini kita lihat dalam rekaman sejarah dunia di mana pun. Yang penting kekuasaan itu harus direbut dan tidak pernah diberikan.Memang benar bahwa di dalam politik praktis berlaku juga adagium tidak ada kawan atau lawan, tetapi yang penting tujuan.

Masalah keadilan, kesejahteraan dan kebenaran itu hanya dimiliki tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh intelektual yang tidak berkhianat terhadap keprofesiannya. Bagi tokoh-tokoh politik hal itu jarang berlaku. Dogma-dogma yang disuarakan memang benar, sebagaimana di teriakan Hitler berkali-kali seperti perdamaian dsbnya. Tetapi apa yang dilakukan Hitler? Tidaklah sebagaimana yang dijanjikan atau diteriakkannya berkali-kali. Tidak hanya itu di Irak misalnya, apa yang membenarkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat mengintervensi negara Dunia Ketiga yang kekuatannya tidak sebanding. Berapa ratus, atau juta rakyat yang menjadi korban. Bukanlah masalah yang terjadi sengaja dikacaukan sendiri oleh pihak luar, bukannya dari dalam. Lihatlah nasib Suriah dalam waktu dekat ini, pun nampaknya akan mengalami seperti Irak. Hitler juga melakukan demikian. Dalam negeri Jerman diacak-acak sendiri oleh Hitler agar kewibawaan pemerintahan yang sedang berjalan tidak lagi dihormati di mata rakyatnya. Pembakaran, pembunuhan memang diciptakan dan yang menyelesaikannya pasukan Hitler sendiri. Rakyat berteriak, Hitler penyelamat, Akhirnya Hitler tampil sebagai Kaisar dan kemudian?

Contoh-contoh seperti ini pula saya lihat di Indonesia, meski tidak sama dengan Hitler di Jerman. Di dalam politik praktis itu merupakan hal wajar. Oleh karena itu banyak yang berbicara, mantan Presiden Soeharto melakukan kudeta, itu pun biasa.Hampir semua penguasa tidak ingin ingin ditandingi dalam berbagai hal. Ketika saya bertemu dengan mantan Laksamana Soedomo saya memahami betul perjalanan politik Indonesia di masa Presiden Soeharto.Jadi kesimpulan saya tentang hal-hal kekuasaan Soeharto, termasuk raibnya Surat Asli Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), ya hal itu menjadi biasa. Hanya kekeliruan kita, ketika hal itu terjadi ideologi kita Pancasila masih mencari-cari bentuk. Jadi Pancasila disesuaikan dengan keinginan penguasa.Tetapi sebagai seorang ilmuwan dan para tokoh agama apa pun, Islam, Kristen, dan Budha, kita jangan berhenti berjuang menyuarakan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat.Minimal kita berdoa, agar bagaimana Sang Pencipta tidak marah.

GAGALNYA METODE SELEKSI ALA TES SARLITO WIRAWAN SARWONO

HANYA SEBUAH CATATAN


KASUS ANDI NURPATI merupakan salah satu contoh kegagalan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam hal menyeleksi anggota-anggotanya. Berarti sudah dua kali KPU gagal dalam menerapkan proses penyeleksian. Sebelumnya bahkan lebih parah lagi karena di antara para anggota KPU sempat di bui.


Istilah Metode Seleksi Ala Tes Sarlito Wirawan saya ambil dari Harian Kompas, Rabu 8 Agustus 2007 Halaman 2, berjudul: "Metode Tes Kesetiaan Disoalkan." Jadi istilah ini bukan dari saya. Pada waktu itu wartawan Kompas mewawancarai Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo dan saya sendiri, peserta tes yang gagal, termasuk di antaranya Sejarawan Dr.Anhar Gonggong yang ketika tes persis berada di hadapan saya dan Prof Dr Ramlan Surbakti serta Progo Nurdjaman (mantan Sekjen Depdagri).


Saya sebetulnya tidak ingin mengungkit-ungkit luka lama, tetapi saya ingat persis pernyataan Sarlito Wirawan Sarwono di hadapan para peserta tes, bahwa dia mampu menghasilkan sumber daya manusia berbeda dari yang sebelumnya, yaitu sumber daya manusia terbaik dalam alam pikiran Sarlito Wirawan Sarwono. Tetapi apa yang terjadi ? Setelah selesai menyelenggarakan tes, kritikan-kritikan pun bermunculan. Bahkan ada yang bertanya apakah Ilmu Psikologi masih mampu menjaring manusia-manusia terbaik? Masalahnya semakin nyaring terdengar dengan adanya kasus Andi Nurpati ini. Pertanyaan selanjutnya, metode tes seperti apa lagi yang bisa dilakukan para ahli, termasuk ahli psikologi ?


Pada waktu ini saya sempat menggugat hasil penyeleksian anggota KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Di samping banyak pula yang mengatakan bahwa Ilmu Psikologi hanya salah satu penentu, bukan penentu. Saya setuju, tetapi yang menjadi permasalahannya telah terjadi salah tafsir mengenai rumusan "tes tertulis" yang termaktub dalam undang-undang. Menurut saya tes tertulis itu tidak hanya mencakup bidang psikologi saja, tetapi bidang-bidang ilmu lainnya. Dikarenakan yang mengetuai adalah dari bidang psikologi, Sarlito Wirawan Sarwono sehingga tesnya pada waktu itu 100 persen dikaitkan dengan bidang psikologi. Bahkan ada pula tes kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila. Logikanya kalau saya tidak lulus tes samalah artinya saya anti NKRI dan anti Pancasila.


Itulah sebabnya ketika saya diwawancarai oleh wartawan Kompas yang dimuat dalam Harian Kompas, Rabu 8 Agustus 2007 halaman 2 saya bersikukuh itu bukan tes tertulis sebagaimana dminta undang-undang, tetapi tes psikologi. Selengkapnya saya kutip hasil wawancara saya di Harian Kompas tersebut:


"Sementara itu, Dasman Djamaluddin, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pilkada Indonesia yang tak lulus seleksi tertulis KPU juga membantah pernyataan Sarlito bahwa tes kepada para peserta merupakan tes tertulis (Kompas,7/8).


"Tes yang diberikan benar-benar tes psikologi. Sebagian tes sama dengan yang diberikan kepada saya sewaktu harus memperoleh surat keterangan sehat jasmani dan rihani di rumah sakit. Jadi tidak betul kalau itu dinyatakan tes tertulis," katanya.


"Ia menilai anggota tim seleksi telah menunjukkan arogansi intelektual karena hanya mengukur dari bidang ilmunya sendiri, tanpa mempertimbangkan bidang ilmu lain, seperti pemahaman peserta tentang persoalan pemilu"

SEMANGAT,JIWAI PELANTIKAN ICMI ORDA KOTA DEPOK

Oleh Dasman Djamaluddin

Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terletak di Jalan Nusantara Raya 5-7 Depok, Minggu, 24 Juli 2011 malam, menjadi saksi sejarah kesinambungan dan kebangkitan Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Organisasi Daerah (Orda) Kota Depok.

Mengapa tidak? Sebelumnya gedung itu pun dipakai sebagai ajang pemilihan Ketua baru ICMI Orda Kota Depok dalam acara Musyawarah Daerah Pertama tanggal 22 Mei 2011. Bahkan gedung itu pula akan, di salah satu ruangannya, akan menjadi sekretariat tetap ICMI Orda Kota Depok.

Suasana Minggu malam itu memang tidak bersahabat. Hujan yang begitu deras mengguyur Kotamadya Depok. Tetapi, wajah-wajah pengurus yang akan dilantik yang berbaur dengan para pejabat Kota Depok, termasuk yang mewakili Walikota Depok, tetap ceria dan sumringah. Mereka seakan-akan tidak peduli dengan cuaca buruk di luar gedung. Semangat ini pula rupanya mendorong lancarnya acara Pengesahan Susunan Majelis Pengurus Daerah ICMI Orda Depok Periode 2011-2016.

Berlangsungnya pelantikan ini bersamaan dengan akan tibanya Bulan Suci Ramadhan buat pemeluk Agama Islam dan HUT Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 2011. Boleh dikatakan pelantikan ini memberi makna khusus bagi pengurus, agar jiwa pengabdian ikhlas diperuntukkan betul untuk agama dan bangsa, khususnya untuk Orda Depok, ya di Kota Depok.

Berbicara tentang ICMI, ya, sudah tentu berbicara mengenai seorang figur Prof Dr BJ Habibie. Beliaulah yang pada waktu itu dipercaya Presiden Soeharto mengomandani organisasi tersebut yang kelahirannya ditandai dengan penyelenggaraan Simposium I ICMI di Malang,Jawa Timur, Desember 1990. Sejak itu ICMI berkembang pesat dengan memiliki surat kabar sendiri dan think-tank sendiri (CIDES), serta mengembangkan kepentingan-kepentingan ummat Islam dalam bentuk Bank Islam.

Dinamika ICMI sekarang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Menarik untuk disimak adalah bahwa ICMI dipertahankan sebagai organisasi kemasyarakatan non politik. dan terus menjaga trilogi: kecendikiawanan, ke Islaman, dan ke Indonesiaan. ICMI tidak ingin terlibat dalam kondisi perpolitikan yang hanya menghabiskan enerji. Patutlah dimengerti bahwa dalam kondisi perpolitikan apa pun, ICMI bertekad, rakyat harus diberdayakan, karena konsumsi perpolitikan, sejatinya hanya menjadi ranah kalangan elite saja.

ICMI Orda Depok

Adalah Ir.Djoko Prabowo, pria kelahiran 22Januari 1965 diamanahkan ICMI Orda Kota Depok untuk memimpin organisasi ini periode 2011 - 2016 dalam Musda I, 22 Mei 2011.Keinginan Djoko memang sangat sederhana, yaitu bagaimana ke depan ICMI Orda Kota Depok memiliki tanggung jawab sosial, dan atau kepeduliaan sosial dalam pengertian yang lebih luas. Keberadaan itu, tegas Djoko, minimal harus mampu melakukan analisa dan evaluasi secara kritis persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat Depok. Lebih penting, ungkap Djoko, ICMI Orda Kota Depok harus mampu pula menunjukkan arah atau jalan bagi perkembangan masyarakat dengan konsisten,menggali ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan ummat. Dalam arti bukan untuk diri sendiri, kroni atau golongan, melainkan untuk masyarakat yang lebih luas.

Sejalan dengan keinginan ini, Djoko mengusung tema ketika berlangsung Musda I ICMI baru-baru ini: MEMBERDAYAKAN POTENSI KECENDIKIAWANAN ICMI. MARI KITA MENGHANTARKAN RAKYAT KOTA DEPOK LEBIH MAJU MENCAPAI PERADABAN MADANI. Tema ini kemudian dipertegas lagi oleh Djoko dalam sambutan sebagai Ketua Majelis Pengurus Daerah ICMI Orda Kota Depok Periode 2011-2016, 24 Juli 2011, hari Minggu malam.Realitasnya dalam program akan didasarkan pada prinsip 5 K: Pertama, Kualitas Iman dan Taqwa.Kedua,Kualitas Pikir. Ketiga,Kualitas Karya.Keempat,Kualitas Kerja.Kelima, Kualitas Hidup. Kualitas kehidupan ini dapat menjamin ketenteraman dan keadilan sehingga hak dan kewajiban dapat berjalan secara seimbang.

Dengan demikian:

1. ICMI Orda Kota Depok akan mengakomodasi semua golongan Cendikiawan tanpa melihat perbedaan jender, tingkat pendidikan, pembudayaan, profesi, usia dan kelompok, sebagai bagian dari komponen pembangunan bangsa yang akan dikenal oleh masyarakat Kota Depok secara luas.

2. ICMI Orda Kota Depok akan berupaya memobilisasi para Cendikiawan yang ada di Kota Depok, baik dari kalangan intelektual kampus, para profesional, para Enterpreneur, tokoh masyarakat, kalangan generasi muda maupun masyarakat luas yang memiliki potensi untuk memberikan sumbangsih kecendiakaannya.

3. ICMI Orda Kota Depok akan senantiasa memelihara Silaturrahmi kepada masyarakat, para Tokoh atau Sesepuh, pemerintah dan kelompok atau Organisasi lain yang ada di Kota Depok dalam rangka menciptakan Persatuan dan Keselarasan dalam menjalankan tugasnya, memberikan sumbangan pemikiran yang positif, produktif realistis serta dapat memenuhi harapan masyarakat Kota Depok.

4. ICMI Orda Kota Depok akan senantiasa melakukan tindakan nyata sebagai karya yang dapat menjadi tauladan dan sarana penggerak pembangunan masyarakat Depok secara keseluruhan. Dengan senantiasa mengkomunikasikan upaya-upaya pemikiran, karya nyata dan segala aktifitas organisasi kepada semua pihak agar terjadi keselarasan dalan saling pengertian dalam kebersamaan membangun masyarakat Depok.

5. ICMI Orda Kota Depok akan senahntiasa aktif berpartisipasi serta berkoordinasi dengan Badan Organisasi ICMI yang lebih tinggi (ORWIL dan ORPUS) guna menghasilkan keselarasan program dan cita-cita ICMI secara keseluruhan.

(Penulis adalah Ketua Divisi Hukum dan HAM ICMI Orda Kota Depok Periode 2011-2016).

WAKIL PRESIDEN BOEDIONO DI ACARA SETAHUN WAFATNYA IBU HASRI AINUN HABIBIE

Tanggal 25 Mei 2011 malam merupakan kesempatan bagi keluarga besar Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan organisasi Islam lainnya memanjatkan do'a kepada Almarhumah Dr.Hj.Hasri Ainun Habibie. Sebelumnya acara yang sama pun telah dilakukan yang dihadiri Bapak Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono.Saya mewakili Orda Depok ikut bergabung dengan para undangan lainnya dan pergi bersama Sekretaris Dewan Penasehat Majelis Pimpinan Pusat ICMI Ahmad Zacky Siradj yang juga adalah mantan Ketua Umum PB.HMI ke rumah Bapak BJ.Habibie di Patra Kuningan.

Acara didahului sholat maghrib dan dilanjutkan do'a bersama untuk Ibu Hasri Ainun Habibie.Sehabis Isya muncullah Bapak B.J.Habibie dengan didampingi Bapak Wakil Presiden RI Prof.Dr.Boediono.M.Ec. Bagi saya ini pertamakalinya melihat langsung penampilan Bapak Habibie setelah Ibu Hasri Ainun wafat pada hari Sabtu, tanggal 22 Mei 2010, pukul 17.30 waktu Jerman, di Rumah Sakit Muenchen, Jerman karena sakit.

"Tegar dan tetap memiliki otak yang cerdas," sebagaimana sebelumnya.Beliau mengungkapkan liku-liku perjalanan jenazah yang pada waktu wafatnya Ibu Ainun bertepatan dengan hari libur di Jerman. Hari Sabtu, tanggal 22 Mei, Minggu, 23 Mei, Senin, 24 Mei hingga Selasa, 25Mei 2010.

"Saya minta bantuan sebuah organisasi Islam Internasional, di mana saya ICMI ikut membidaninya. Pada waktu itu ada 6 organisasi Islam dunia ikut menanda tangani berdirinya Organisasi Islam Internasional itu. Di tandatangani di depan Ka'bah, Arab Saudi sebuah hal yang tidak terpikirkan sebelumnya," ujar Habibie penuh semangat seraya menyatakan mengapa harus ditandatangi di depan Ka'bah. Maksudnya agar saksinya hanya Allah. Habibie boleh tidak ada, siapa pun boleh tidak ada, tetapi Allah akan menjadi saksi pendirian organisasi itu.

"Pada waktu itu ketuanya saya kontak dan beliaulah yang mengumpulkan anggota Muslim di Eropa karena memang Muslim di tempat saya tinggal pun minoritas."

Habibie juga menjelaskan bahwa jenazah di luar negeri dianggap juga sebagai barang oleh karena itu memakai paspor jenazah. "Maksudnya agar jangan ada hal-hal tidak diinginkan misalnya berlabel jenazah tetapi diselundupkan barang-barang yang dilarang," ujar Habibie.

Pada waktu itu Pak Soesilo Bambamg Yudhoyono dan Pak Boediono ikut membantu pemulangan jenazah, mulai prosesi pemulangan jenazah hingga pemakaman di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Diceritakan pula oleh Pak Habibie, beliau akan tetap berada di dekat isterinya, meski tidak harus di Taman Makam Pahlawan. Untuk itulah Pemerintah sudah menyiapkan satu makam kosong di samping makam Ibu Ainun.

Pada saat Wakil Presiden Boediono mengucapkan sambutan, beliau merasa sangat berterimakasih dan kaget, yaitu ketika Pak Habibie menjadi Presiden, ia ditunjuk sebagai menteri pada tahun 1998. "Ini merupakan jabatan saya pertama kali sebagai menteri, entah apa kreterianya sehingga saya terpilih sebagai menteri," ujar Pak Boediono. Pada waktu ini Pak Boediono diangkat dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional .

Yang menarik untuk disimak lagi adalah bahwa para anggota ICMI bisa melihat dua tokoh ICMI antara ayah dan anak duduk sejajar, di mana kedua-duanya punya pengaruh besar terhadap perjalanan ICMI. Pak Habibie sendiri di masa Presiden Soeharto dan Ilham Akbar Habibie yang baru-baru ini terpilih sebagai Ketua Presidium ICMI. Tujuan ICMI ke depan pun berbeda dengan di masa Presiden Soeharto, sekarang menurut Ilham Akbar Habibie,kader ICMI harus menciptakan program yang dirasakan masyarakat lapisan bawah (akar rumput).