Kolom Komunitas
Hancurnya Pusat Peradaban Dunia
Dasman Djamaluddin
Sabtu, 21 Juli 2012
Manusia merekayasa teknologi untuk menghancurkan teknologi sebelumnya, dan memusnahkan kemanusiaan....
Ilustrasi/IstimewaIrak memiliki peradaban tertinggi di dunia.
Tulisan pertama berasal dari sini, demikian pula Kitab Undang-Undang
Bangsa Sumeria, Akkadia, Babylonia, dan Assyria. Semuanya membangun
peradaban mereka di negeri ini. Barang-barang purbakala itu tersimpan di
Museum Baghdad, yang dengan 28 galerinya merupakan museum terbesar di
Timur Tengah. Barang-barang peninggalan di museum itu meliputi jangka
waktu 100.000 tahun sampai ke Zaman Islam. Dalam satu peti kaca,
terdapat sebuah batu yang berusia 10.000 tahun. Ada 12 guratan di situ -
mungkin alat penanggalan zaman purbakala. Ada lagi beberapa cap yang
dipakai orang Sumeria, 5.000 tahun yang lalu, untuk melegalisasikan
dokumen. Sebuah relief abad kesembilan sebelum Masehi, memperlihatkan
upacara jabat tangan antara dua orang.
Ilustrasi/IstimewaSebagian
benda purbakala di Museum Irak itu merupakan reproduksi. Inilah yang
menimbulkan keprihatinan banyak ahli. Benda-benda yang asli dibawa oleh
para penjajah asing, atau ahli purbakala asing ke negaranya. Gerbang
Ishtar di Baghdad misalnya, berada di Berlin, dan benda-benda lain ada
di British Museum, dan di Museum Universitas Pensylvinia, Amerika
Serikat.
Hukum Hammurabi, termasuk faktor yang membuat nama Babylonia di Irak
terkenal sepanjang sejarah, merupakan kumpulan undang-undang tertua dan
terlengkap di dalam sejarah dunia, yang diukir di sebuah tugu (Obelisk)
dan dipahat dari Batu Diorit Hitam yang sangat terkenal di penjuru
dunia. Sekarang tugu itu disimpan di Museum Louvre, di Kota Paris,
Perancis, setelah dibawa ke Iran sebagai rampasan perang, pada Abad XII
sebelum Masehi. Yang ada di Irak hanya copynya.
Ilustrasi/IstimewaNegara
berperadaban tinggi inilah yang dibombardir pada Januari-Februari 1991,
oleh Pasukan Multinasional pimpinan Amerika Serikat. Ada sekitar 114
ribu ton bom, sama dengan enam buah bom sejenis, yang pernah dijatuhkan
di atas kota Hiroshima, Jepang dalam Perang Dunia II.
Salah satu tujuan saya ke Irak saat itu, Desember 1992, adalah ingin
bertemu dengan Presiden Irak, Saddam Hussein. Namun sepertinya saya
tidak bisa menemuinya. Karena, entah dia ada di mana. Suasana di
Baghdad masih belum menentu. Setelah lama menunggu, saya ditelepon
Kementerian Industri dan Perlogaman Irak. "Menteri ingin bertemu Bapak,"
ujar staf Kementerian. Saya pun bergegas ke sana sesuai dengan jadual
yang ditentukan. Rupanya Presiden Irak, Saddam Hussein, meminta kepada
Menteri Perindustrian dan Perlogaman Irak, Amir Al-Saadi, yang juga
berkaitan keluarga dengan Saddam Hussein, untuk mewakili dirinya menemui
saya.
Ilustrasi/IstimewaSaya
diterima dengan senang hati dan menyampaikan salam dari Presiden Saddam
Hussein. Juga mengatakan penyesalan karena Presiden tidak langsung bisa
menemui karena situasi mulai memanas kembali. Apa yang dikatakan
Menteri Amir Al-Saadi ini benar, setelah saya melewati perbatasan Irak
menuju Jordania, pertempuran kembali terjadi dan perbatasan kembali
diperketat. Untunglah saya sudah berada di wilayah Jordania. Kalau tidak
entah kapan saya bisa kembali ke tanah air, karena tertahan di Irak.
"Saya sempat putus asa. Bagaimana tidak, karena sebelumnya segala
sesuatu telah kami pelihara dan kami bina sejak lama, tiba-tiba semuanya
hancur. Sekitar 92 persen sektor listrik hancur total. Sektor
perindustrian banyak yang hancur," ujar Amir Al-Saadi kepada saya, saat
itu.
Ilustrasi/IstimewaBagi
seorang warga negara Dunia Ketiga, saya harus memahami apa yang tengah
terjadi di Irak. Meskipun saya tidak bertemu Presiden Saddam Hussein
waktu itu, tetapi pada tanggal 24 Juni 1998 saya memperoleh penghargaan
dari Sekretaris Pers Kantor Kepresidenan Irak. Saya membaca hati-hati
kalimat: "I am writing to inform you that His Excellency, Mr.Saddam
Hussein, the President of the Republic of Iraq, has received with
gratitude and pleasure your book, entitled Saddam Hussein: Menghalau
Tantangan."
Meskipun tidak bertemu karena dalam situasi masih perang,
alhamdulillah buku yang saya karang telah dibaca Presiden Irak Saddam
Hussein. Penghargaan dengan hadiah saya terima di Kedutaan Besar Irak di
Jakarta. Harian Kompas Sabtu, 15 Agustus 1998 memberitakan:
Ilustrasi/IstimewaPenghargaan untuk Penulis tentang Saddam
Dasman Djamaluddin, penulis buku "Saddam Hussein: Menghalau
Tantangan" mendapatkan penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden
Republik Irak. Penghargaan itu disampaikan oleh Duta Besar Irak untuk
Indonesia, Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi, Kamis (13/8) dalam upacara
sederhana, di Kedutaan Besar Irak, di Jakarta. Dalam penghargaan itu,
Irak menyampaikan terimakasih atas simpati dan dukungan terhadap
perjuangan Irak.